Karas

Keris Kangjeng Kiai Purbaniyat, Pusaka Kraton Yogyakarta yang Dapat Menjelma Menjadi Ular Naga

Keris merupakan artefak budaya yang memiliki nilai estetis dan fungsional. Sebagian besar menyebut keris sebagai benda berharga yang memiliki kekuatan magis. Hal ini diamini dalam Naskah Keris II koleksi Perpustakaan Museum Sonobudoyo Yogyakarta. Naskah beraksara dan berbahasa Jawa ini mengandung ilustrasi yang menarik untuk diketahui, di antaranya tentang keris

Sabtu, 28 Mei 2022

629 Kali

0 Kali

4 Menit

Keris merupakan artefak budaya yang memiliki nilai estetis dan fungsional. Sebagian besar menyebut keris sebagai benda berharga yang memiliki kekuatan magis. Hal ini diamini dalam Naskah Keris II koleksi Perpustakaan Museum Sonobudoyo Yogyakarta. Naskah beraksara dan berbahasa Jawa ini mengandung ilustrasi yang menarik untuk diketahui, di antaranya tentang keris Pusaka Dalem di Kepatihan Yogyakarta, sesaji yang digunakan untuk membuat dan memandikan keris, perlengkapan untuk membuat keris, serta sebuah keris pusaka bernama Kangjeng Kiai Purbaniyat.

Naskah Keris II merupakan naskah tunggal, artinya tidak ditemukan variasi lain yang sama. Namun, masih ada dua seri lain yang saling melengkapi, yakni Naskah Keris I dan Naskah Keris III. Melalui pembacaan sepintas, Naskah Keris II berisi lebih banyak ilustrasi mengenai bagian-bagian keris secara umum. Sedangkan Naskah Keris III memberikan keterangan lebih lanjut mengenai teks yang ada di Naskah Keris II. Tidak diketahui siapa penyalin naskah keris ini dan kapan tepatnya naskah ini selesai disalin. Namun, pada sampul naskah tertera angka ‘1935’ yang kemungkinan merupakan tahun penulisan naskah tersebut.

Naskah dibuka dengan ilustrasi sesaji yang dipersembahkan kepada keris Kangjeng Kiai Purbaniyat setiap hari Selasa dan Jumat Kliwon. Sesaji tersebut dipersembahkan secara terus-menerus dan akan dilorodpada hari Sabtu.  Halaman selanjutnya diisi ilustrasi keris-keris Pusaka Azimat dan Keris Pusaka milik Kepatihan Yogyakarta. Sayangnya, cerita mengenai keris-keris tersebut tidak dijelaskan secara rinci. Malahan, dalam teks terdapat rincian mengenai apa saja yang akan didapat apabila memiliki keris-keris tersebut. Sesaji-sesaji yang ditampilkan pun sebatas nama dan peruntukan persembahan saja. Tidak ada keterangan mengenai alasan penggunaan sesaji dan bagaimana seharusnya sesaji itu diperlakukan. Apakah cukup didiamkan saja? Dimakan? Atau malah dibuang?

Hal paling menarik tentu saja pada sebuah keris bernama Keris Kangjeng Kiai Purbaniyat. Pada bagian akhir naskah, dijelaskan bahwa Keris Kangjeng Kiai Purbaniyat merupakan keris yang berasal dari Gunung Grenggeng, Karesidenan Banyumas. Setiap hari Jumat atau Selasa Kliwon, peti penyimpanannya di Kepatihan akan bersuara “glodak-glodak” ketika keris diambil dari tempatnya. Keris tersebut akan menjelma menjadi Kangjeng Raden Adipati 1557368495598.jpgDanureja yang bertakhta menjadi patih di Kepatihan Yogyakarta.

Keris Kangjeng Kiai Purbaniyat ketika menjadi ikan gabus. Foto: Marsha
Keris Kangjeng Kiai Purbaniyat ketika menjadi ikan gabus. Foto: Marsha

Tidak dijelaskan secara rinci bagaimana keris Kangjeng Kiai Purbaniyat dapat menjelma menjadi Kangjeng Raden Adipati Danureja di dalam teks. Namun, penulis berasumsi bahwa ini merupakan simbol dari Keris Kangjeng Kiai Purbaniyat yang dimiliki oleh Ngarsa Dalem Kesultanan Yogyakarta dan dipinjamkan (ageman) kepada Kangjeng Raden Adipati Danureja sebagai Pepatih Dalem Kepatihan. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Musadad bahwa keris merupakan lambang ikatan keluarga, tanda jasa, tanda pangkat atau jabatan, sebagai barang mewah, dan pelengkap pakaian adat.

Selanjutnya, diceritakan pula bahwa Keris Kangjeng Kiai Purbaniyat mampu berubah menjadi ikan kutuk atau gabus yang mengapung di Sendang Ajar, Gunung Grenggeng. Lazimnya, ikan jenis ini mampu bertahan hidup selama musim kemarau. Ikan gabus bertaha nhidup dengan menggali lumpur kanal, danau dan rawa. Perubahan Keris Kangjeng Kiai Purbaniyat menjadi ikan gabus kemungkinan merupakan simbol dari Kangjeng Raden Adipati Danureja, yang mengandung makna bahwa seorang patih adalah manusia yang adaptif, mampu membantu raja untuk menangani masalah dalam situasi dan kondisi apapun.

Keris Kangjeng Kiai Purbaniyat ketika menjadi ular naga. Foto: Marsha
Keris Kangjeng Kiai Purbaniyat ketika menjadi ular naga. Foto: Marsha

Selain dapat berubah menjadi ikan gabus, Keris Kangjeng Kiai Purbaniyat juga dapat berubah menjadi ular naga yang melilit di atas pagar bata Kepatihan. Yuwono menjelaskan, dalam bahasa Jawa naga sering dikisahkan sebagai binatang penjaga kiblat pada perubahan tahun, bulan, hari, dan digunakan sebagai petungan. Bagi bangsa Cina, naga adalah salah satu dari empat makhluk spiritual yang mendapat penghormatan tertinggi. Tiga makhluk lainnya adalah phoenix, qilin (kirin), dan kura-kura. Maka dapat ditarik asumsi bahwa perubahan keris Kangjeng Kiai Purbaniyat menjadi ular naga sebagai simbol Patih Dalem merupakan simbol bahwa seorang patih harus dapat menjaga wibawa kerajaannya. Hal ini merupakan salah satu ajaran terpenting dalam suatu kerajaan.

Dikutip dari kratonjogja.id, posisi Pepatih Dalem ditiadakan pada masa Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Hal ini kare patih memiliki fungsi dua muka, satu untuk melayani kesultanan dan di sisi lain tunduk pada pemerintah kolonial Belanda. Maka dari itu, Sri Sultan Hamengkubuwono IX menghapus posisi tersebut supaya kekuasaan atas Kesultanan Yogyakarta dapat digenggamnya penuh dan digunakan sebesar-besarnya demi kesejahteraan rakyat.[]

Daftar Pustaka:

Hasanal, Mukti. 2017. Skripsi. “Profil Protein Berbasis SDS-PAGE Ikan Gabus (Channa striata) yang Diasapkan dengan Asap Tempurung Kelapa Berdasarkan Variasi Waktu Pengasapan”. Universitas Muhammadiyah Semarang. http://repository.unimus.ac.id/1704/. Diakses pada 15 Oktober 2020. Pukul 17.08 WIB.

Musadad, Akhmad Arif. 2008. “Makna Keris dan Pengaruhnya terhadap Masyarakat di Surakarta”. Jurnal MIIPS FKIP UNS (Vol 7, No.2), 147-156.

Tanpa nama. 2018. Pepatih Dalem Kesultanan Yogyakarta. https://www.kratonjogja.id/ragam/8/pepatih-dalem-kesultanan-yogyakarta. Diakses pada 15 Oktober 2020. Pukul 18.14 WIB.

Yuwono, Basuki Teguh. 2011. Keris Naga (Latar Belakang Penciptaan, Fungsi, Sejarah, Teknologi, Estetis, Karakteristik, dan Makna Simbolis). Jakarta: Badan Pengembangan Sumber Daya Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.



Aliffia Marsha Nadhira

Penulis

nadhiraaliffia@gmail.com

eyJtYXBfb3B0aW9ucyI6eyJjZW50ZXJfbGF0IjoiLTcuODA1MTM1NjcxOTUxNTUzIiwiY2VudGVyX2xuZyI6IjExMC4zNjQyMTM4Mjg3MzQ2NiIsInpvb20iOjEwLCJtYXBfdHlwZV9pZCI6IlJPQURNQVAiLCJmaXRfYm91bmRzIjp0cnVlLCJkcmFnZ2FibGUiOnRydWUsInNjcm9sbF93aGVlbCI6dHJ1ZSwiZGlzcGxheV80NV9pbWFnZXJ5IjoiIiwibWFya2VyX2RlZmF1bHRfaWNvbiI6Imh0dHBzOlwvXC9qYW5na2FoLmlkXC93cC1jb250ZW50XC9wbHVnaW5zXC93cC1nb29nbGUtbWFwLXBsdWdpblwvYXNzZXRzXC9pbWFnZXNcL1wvZGVmYXVsdF9tYXJrZXIucG5nIiwiaW5mb3dpbmRvd19zZXR0aW5nIjoiPGRpdiBjbGFzcz1cImZjLWl0ZW0tYm94IGZjLWl0ZW1jb250ZW50LXBhZGRpbmcgXCI+XG48ZGl2IGNsYXNzPVwiZmMtaXRlbS10aXRsZVwiPnttYXJrZXJfdGl0bGV9IDxzcGFuIGNsYXNzPVwiZmMtYmFkZ2UgaW5mb1wiPnttYXJrZXJfY2F0ZWdvcnl9PFwvc3Bhbj48XC9kaXY+XG48ZGl2IGNsYXNzPVwiZmMtaXRlbS1jb250ZW50IGZjLWl0ZW0tYm9keS10ZXh0LWNvbG9yXCI+XG48ZGl2IGNsYXNzPVwiZmMtaXRlbS1mZWF0dXJlZCBmYy1sZWZ0IGZjLWl0ZW0tdG9wX3NwYWNlXCI+XG4gICAgICAgICAgICB7bWFya2VyX2ltYWdlfVxuICAgICAgICA8XC9kaXY+XG48cD4gICAgICAgIHttYXJrZXJfbWVzc2FnZX1cbiAgICA8XC9wPjxcL2Rpdj5cbjxhZGRyZXNzIGNsYXNzPVwiZmMtdGV4dFwiPnttYXJrZXJfYWRkcmVzc308XC9hZGRyZXNzPlxuPFwvZGl2PlxuIiwiaW5mb3dpbmRvd19ib3VuY2VfYW5pbWF0aW9uIjoiY2xpY2siLCJpbmZvd2luZG93X2Ryb3BfYW5pbWF0aW9uIjpmYWxzZSwiY2xvc2VfaW5mb3dpbmRvd19vbl9tYXBfY2xpY2siOmZhbHNlLCJpbmZvd2luZG93X3NraW4iOnsibmFtZSI6ImRlZmF1bHQiLCJ0eXBlIjoiaW5mb3dpbmRvdyIsInNvdXJjZWNvZGUiOiI8ZGl2IGNsYXNzPVwiZmMtaXRlbS1ib3ggZmMtaXRlbWNvbnRlbnQtcGFkZGluZyBcIj5cclxuICAgIDxkaXYgY2xhc3M9XCJmYy1pdGVtLXRpdGxlXCI+e21hcmtlcl90aXRsZX0gPHNwYW4gY2xhc3M9XCJmYy1iYWRnZSBpbmZvXCI+e21hcmtlcl9jYXRlZ29yeX08XC9zcGFuPjxcL2Rpdj5cclxuICAgIDxkaXYgY2xhc3M9XCJmYy1pdGVtLWNvbnRlbnQgZmMtaXRlbS1ib2R5LXRleHQtY29sb3JcIj5cclxuICAgICAgICA8ZGl2IGNsYXNzPVwiZmMtaXRlbS1mZWF0dXJlZCBmYy1sZWZ0IGZjLWl0ZW0tdG9wX3NwYWNlXCI+XHJcbiAgICAgICAgICAgIHttYXJrZXJfaW1hZ2V9XHJcbiAgICAgICAgPFwvZGl2PlxyXG4gICAgICAgIHttYXJrZXJfbWVzc2FnZX1cclxuICAgIDxcL2Rpdj5cclxuICAgIDxhZGRyZXNzIGNsYXNzPVwiZmMtdGV4dFwiPnttYXJrZXJfYWRkcmVzc308XC9hZGRyZXNzPlxyXG48XC9kaXY+In0sImRlZmF1bHRfaW5mb3dpbmRvd19vcGVuIjpmYWxzZSwiaW5mb3dpbmRvd19vcGVuX2V2ZW50IjoiY2xpY2siLCJmdWxsX3NjcmVlbl9jb250cm9sIjpmYWxzZSwic2VhcmNoX2NvbnRyb2wiOnRydWUsInpvb21fY29udHJvbCI6dHJ1ZSwibWFwX3R5cGVfY29udHJvbCI6ZmFsc2UsInN0cmVldF92aWV3X2NvbnRyb2wiOmZhbHNlLCJmdWxsX3NjcmVlbl9jb250cm9sX3Bvc2l0aW9uIjoiVE9QX0xFRlQiLCJzZWFyY2hfY29udHJvbF9wb3NpdGlvbiI6IlRPUF9MRUZUIiwiem9vbV9jb250cm9sX3Bvc2l0aW9uIjoiVE9QX0xFRlQiLCJtYXBfdHlwZV9jb250cm9sX3Bvc2l0aW9uIjoiVE9QX0xFRlQiLCJtYXBfdHlwZV9jb250cm9sX3N0eWxlIjoiSE9SSVpPTlRBTF9CQVIiLCJzdHJlZXRfdmlld19jb250cm9sX3Bvc2l0aW9uIjoiVE9QX0xFRlQiLCJtYXBfY29udHJvbCI6dHJ1ZSwibWFwX2NvbnRyb2xfc2V0dGluZ3MiOmZhbHNlLCJtYXBfem9vbV9hZnRlcl9zZWFyY2giOjYsIndpZHRoIjoiIiwiaGVpZ2h0IjoiMzMwIn0sInBsYWNlcyI6W3siaWQiOiIxIiwidGl0bGUiOiJLZXJhdG9uIiwiYWRkcmVzcyI6IktlcmF0b24gSm9namEiLCJzb3VyY2UiOiJtYW51YWwiLCJjb250ZW50IjoiS2VyYXRvbiBOZ2F5b2d5YWthcnRhIEhhZGluaW5ncmF0IGF0YXUgS2VyYXRvbiBZb2d5YWthcnRhIG1lcnVwYWthbiBpc3RhbmEgcmVzbWkgS2VzdWx0YW5hbiBOZ2F5b2d5YWthcnRhIEhhZGluaW5ncmF0IHlhbmcga2luaSBiZXJsb2thc2kgZGkgS290YSBZb2d5YWthcnRhLiBLZXJhdG9uIGluaSBkaWRpcmlrYW4gb2xlaCBTcmkgU3VsdGFuIEhhbWVuZ2t1YnV3YW5hIEkgcGFkYSB0YWh1biAxNzU1IHNlYmFnYWkgSXN0YW5hXC9LZXJhdG9uIFlvZ3lha2FydGEgeWFuZyBiYXJ1IGJlcmRpcmkgYWtpYmF0IHBlcnBlY2FoYW4gTWF0YXJhbSBJc2xhbSBkZW5nYW4gYWRhbnlhIFBlcmphbmppYW4gR2l5YW50aS4gS2VyYXRvbiBpbmkgYWRhbGFoIHBlY2FoYW4gZGFyaSBLZXJhdG9uIFN1cmFrYXJ0YSBIYWRpbmluZ3JhdCBkYXJpIE1hdGFyYW0gSXNsYW0gU3VyYWthcnRhIChLZXJhamFhbiBTdXJha2FydGEpLiBTZWhpbmdnYSBkaW5hc3RpIE1hdGFyYW0gZGl0ZXJ1c2thbiBvbGVoIDIgS2VyYWphYW4geWFrbmkgS2VzdWx0YW5hbiBZb2d5YWthcnRhIGRhbiBLZXN1bmFuYW4gU3VyYWthcnRhLiBUb3RhbCBsdWFzIHdpbGF5YWgga2VzZWx1cnVoYW4ga2VyYXRvbiB5b2d5YWthcnRhIG1lbmNhcGFpIDE0NCBoZWt0YXIsIHlha25pIG1lbGlwdXRpIHNlbHVydWggYXJlYSBkaSBkYWxhbSBiZW50ZW5nIEJhbHV3YXJ0aSwgYWx1bi1hbHVuIExvciwgYWx1bi1hbHVuIEtpZHVsLCBnYXB1cmEgR2xhZGFrLCBkYW4ga29tcGxla3MgTWFzamlkIEdlZGhlIFlvZ3lha2FydGEuIFNlbWVudGFyYSBsdWFzIGRhcmkga2VkaGF0b24gKGludGkga2VyYXRvbikgbWVuY2FwYWkgMTMgaGVrdGFyLiAiLCJsb2NhdGlvbiI6eyJpY29uIjoiaHR0cHM6XC9cL2phbmdrYWguaWRcL3dwLWNvbnRlbnRcL3BsdWdpbnNcL3dwLWdvb2dsZS1tYXAtcGx1Z2luXC9hc3NldHNcL2ltYWdlc1wvXC9kZWZhdWx0X21hcmtlci5wbmciLCJsYXQiOiItNy44MDUxMzU2NzE5NTE1NTMiLCJsbmciOiIxMTAuMzY0MjEzODI4NzM0NjYiLCJjaXR5IjoiWW9neWFrYXJ0YSIsInN0YXRlIjoiRGFlcmFoIElzdGltZXdhIFlvZ3lha2FydGEiLCJjb3VudHJ5IjoiSW5kb25lc2lhIiwib25jbGlja19hY3Rpb24iOiJtYXJrZXIiLCJyZWRpcmVjdF9jdXN0b21fbGluayI6IiIsIm1hcmtlcl9pbWFnZSI6IjxkaXYgY2xhc3M9J2ZjLWZlYXR1cmUtaW1nJz48aW1nIGxvYWRpbmc9J2xhenknIGRlY29kaW5nPSdhc3luYycgYWx0PSdLZXJhdG9uJyBzcmM9J2h0dHBzOlwvXC91cGxvYWQud2lraW1lZGlhLm9yZ1wvd2lraXBlZGlhXC9jb21tb25zXC90aHVtYlwvM1wvMzNcL0tyYXRvbl9Zb2d5YWthcnRhX1BhZ2VsYXJhbi5qcGdcLzEwMjRweC1LcmF0b25fWW9neWFrYXJ0YV9QYWdlbGFyYW4uanBnJyBjbGFzcz0nd3BnbXBfbWFya2VyX2ltYWdlIGZjLWl0ZW0tZmVhdHVyZWRfaW1hZ2UgZmMtaXRlbS1sYXJnZScgXC8+PFwvZGl2PiIsIm9wZW5fbmV3X3RhYiI6InllcyIsInBvc3RhbF9jb2RlIjoiIiwiZHJhZ2dhYmxlIjpmYWxzZSwiaW5mb3dpbmRvd19kZWZhdWx0X29wZW4iOmZhbHNlLCJhbmltYXRpb24iOiJCT1VOQ0UiLCJpbmZvd2luZG93X2Rpc2FibGUiOnRydWUsInpvb20iOjUsImV4dHJhX2ZpZWxkcyI6IiJ9LCJjYXRlZ29yaWVzIjpbeyJpZCI6IiIsIm5hbWUiOiIiLCJ0eXBlIjoiY2F0ZWdvcnkiLCJleHRlbnNpb25fZmllbGRzIjpbXSwiaWNvbiI6Imh0dHBzOlwvXC9qYW5na2FoLmlkXC93cC1jb250ZW50XC9wbHVnaW5zXC93cC1nb29nbGUtbWFwLXBsdWdpblwvYXNzZXRzXC9pbWFnZXNcL1wvZGVmYXVsdF9tYXJrZXIucG5nIn1dLCJjdXN0b21fZmlsdGVycyI6IiJ9XSwic3R5bGVzIjoiIiwibGlzdGluZyI6IiIsIm1hcmtlcl9jbHVzdGVyIjp7ImdyaWQiOiIxNSIsIm1heF96b29tIjoiMSIsImltYWdlX3BhdGgiOiJodHRwczpcL1wvamFuZ2thaC5pZFwvd3AtY29udGVudFwvcGx1Z2luc1wvd3AtZ29vZ2xlLW1hcC1wbHVnaW5cL2Fzc2V0c1wvaW1hZ2VzXC9tIiwiaWNvbiI6Imh0dHBzOlwvXC9qYW5na2FoLmlkXC93cC1jb250ZW50XC9wbHVnaW5zXC93cC1nb29nbGUtbWFwLXBsdWdpblwvYXNzZXRzXC9pbWFnZXNcL2NsdXN0ZXJcLzQucG5nIiwiaG92ZXJfaWNvbiI6Imh0dHBzOlwvXC9qYW5na2FoLmlkXC93cC1jb250ZW50XC9wbHVnaW5zXC93cC1nb29nbGUtbWFwLXBsdWdpblwvYXNzZXRzXC9pbWFnZXNcL2NsdXN0ZXJcLzQucG5nIiwiYXBwbHlfc3R5bGUiOmZhbHNlLCJtYXJrZXJfem9vbV9sZXZlbCI6IjEifSwibWFwX3Byb3BlcnR5Ijp7Im1hcF9pZCI6IjEiLCJkZWJ1Z19tb2RlIjpmYWxzZX19

Daksinargastuti, Menyenandungkan Kembali Syair-syair Kuno Yogyakarta

Daksinargastuti merupakan kegiatan Komunitas Jangkah Nusantara yang meliputi pemetaan, preservasi naskah kuno, bengkel sastra-aksara dan macapat, serta alih aksara manuskrip.
Lihat Rekaman Baca Pengantar
poster diskusi