Islam cenderung diwujudkan dalam bentuk ritualisme ibadah semata seperti kelahiran bayi, ijab qabul pernikahan, dan penguburan mayat. Islam dianggap tidak mengurusi bidang perbankan, asuransi, pasar modal, pembiayaan proyek, dan sebagainya. Sebab bidang tersebut dianggap penuh dengan dunia hitam, tipu daya dan kelicikan. Krisis ekonomi yang melanda Asia dan khususunya Indonesia memunculkan asumsi bahwa sistem ekonomi yang kita anut selama ini ‘salah’ dan terjadi ketidakberesan pada sistem ekonomi yang dijalankan. Kita sebagai umat Islam, tidak bisa berdiam diri saja melihat keterpurukan situasi ekonomi seperti ini, karena kita selain memiliki Al-Qur’an sebagai pedoman hidup, juga memiliki khasanah fikih muamalah yang kaya. Untuk itulah tercetuslah sistem ekonomi berbasis Islam atau Syariah, yang dapat mewujudkan kegiatan ekonomi yang lebih adil dan transparan.
Ekonomi Islam yang berkembang hingga saat ini tidak serta merta datang begitu saja, namun merupakan sebuah konsep pemikiran dan praktik yang hadir secara bertahap dalam periode dan fase tertentu. Oleh karena itu, kita perlu mengetahui jejak-jejak kebenaran akan sejarah dan periodisasi munculnya konsep ekonomi Islam. Dengan mempelajari sejarah, berarti kita turut membentuk identitas nasional dan mendapatkan kehidupan yang lebih baik lagi dengan belajar dari pengalaman masa lampau, atau sebagai sumber inspirasi dari kejadian di masa lampau.
Jejak-jejak sejarah mengenai pemikiran ekonomi Islam salah satunya terdapat pada naskah kuno yang berjudul Tasyrihah al Muhtaj. Naskah yang berisi mengenai hukum-hukum fikih muamalah diantaranya mengenai riba, salam, qiradh, rahn, wakalah, dan akad-akad yang lainnya merupakan karya dari seorang ulama yang berasal dari Kalisalak, Batang, Jawa Tengah. Ia bernama KH. Ahmad Rifa’i. Nama KH. Ahmad Rifa’i tentu sudah tidak asing lagi ditelinga kita. Berkat jasa-jasanya kepada negara, maka ia diberi gelar pahlawan nasional oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2004.
Naskah Tasyrihah al Muhtaj adalah naskah kuno yang ditulis pada abad ke 19 dengan menggunakan aksara Pegon dan berbahasa Jawa Cirebon dan Arab. Naskah ini ditemukan di Pondok Pesantren Al Ishlah di desa Jungjang, Kabupaten Cirebon, Kec. Arjawinangun. Kondisinya memprihatinkan, karena berada di bawah atap rumah yang hampir ambruk (jatuh) di dalam rumah KH. Hakamuddin Halali Mawardi. KH. Hakamuddin Halali Mawardi adalah pemilik Pondok Pesantren Al Ishlah. Namun ketika naskah ini ditemukan, KH. Hakamuddin Halali Mawardi telah meninggal dunia, dan rumah tersebut kosong, tidak berpenghuni lagi.
Naskah yang berbentuk puisi dan setebal 177 halaman ini berisi mengenai fikih muamalah dan prinsip-prinsip hukum ekonomi syariah di antaranya mengenai riba, seperti pada isi naskah halaman 8:
Utawi sakabeh wong kang memangan sekabéhan/ ing riba oranana ngadeg badan/ wong sekabéhan tanginé saking kuburan/ anging ngadegé senggoyongan kabingungan/ kaya pengadegé sekabéhé wong kelakuhané/ anjongkongakén syaithon saking majnuné/ mengkono iku turuné ayah tinemuné/ kalawan sabab satuhuné wong sekabéhané/ pada ngucap kabéh oranana kinaweruhan/ anging satuhuné baing wong dodolanan//
Terjemahan:
Atau semua orang yang memakan semua/ barang riba, maka tidak ada yang bisa berdiri/ semua orang ketika bangkit dari kubur/ berdirinya sempoyongan/ seperti berdirinya orang-orang yang kelakuannya/ seperti orang gila karena terpengaruh setan/ seperti itu turunnya ayat dari Allah ketika ditemukan/ sebabnya, sesungguhnya semua orang/ ketika berkata-kata tanpa mengetahui (tentang riba)/ sesungguhnya mereka hanya bermain-main.
Naskah ini ketika ditemukan dibiarkan berserakan, tanpa ada yang mengurus dan menjaganya. Kemudian oleh tim Rumah Budaya Nusantara, naskah ini diselamatkan dan dilaminasi (pelapisan bahan tipis pada kedua sisinya) dengan tisu jepang, sehingga keadaan kertas naskah kuno yang awalnya sudah agak rapuh, robek, beberapa kertas lepas dari jilidan, berwarna kecoklatan hingga kehitaman, dapat diperbaiki menjadi naskah yang utuh.
Penemuan naskah Tasyrihah al Muhtaj bisa dibilang sebagai sebuah penemuan yang sangat berharga dan memberi sumbangsih yang sangat besar bagi keilmuan ekonomi Islam di Indonesia. Ternyata ada pemikir yang berasal dari kalangan ulama sejak abad ke-19 M yang telah mengeluarkan pandangannya mengenai prinsip-prinsip ekonomi syariah. Oleh karena itu naskah yang berjudul Tasyrihah al Muhtaj penting keberadaanya untuk dilestarikan. Jika tidak, naskah ini lambat laun akan rusak secara fisiknya tanpa diketahui isinya.
Salah satu tindakan pelestarian naskah kuno ini yaitu dengan cara mengkaji naskah tersebut, sehingga dapat dimanfaatkan isinya untuk kemaslahatan umat. Apalagi naskah ini termasuk hasil karya tulis dari masa lampau, yaitu karya 200 tahun yang lalu, yang dapat membuat kita bangga pada hasil karya anak bangsa, dan memperkuat identitas bangsa di mata internasional.[]
